Thursday, July 18, 2013

Shalat Tarawih : Qiyamul Lail di Bulan Ramadhan

Sumber : Saduran tulisan dari dunia maya, pengalaman dan gabungan opini pemerhati sosial dan agama Kopajali dan sekitarnya.
Dikelola  Oleh Tim Kreatif  Kaula Muda Kopajali, Mataram – NTB - Indonesia Disebarkan Oleh "KAMPUNG MEDIA KAULA"



Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Ankabut : 45)

Tarawih berasal dari kata yang berarti “istirahat”, hal ini dikarenakan shalat tarawih dilakukan pada waktu istirahat setelah shalat isya. Dan shalat ini danjurkan untuk dilaksanakan dengan tenang dan tidak terburu-buru, karena shalat ini diselingi duduk “istirahat” setiap beberapa rakaat untuk berdzikir. Shalat tarawih merupakan shalat malam yang dilakukan di Bulan Ramadhan dan dapat dilakukan secara berjamaah maupun sendiri.

Shalat Tarawih tidak disyariatkan untuk tidur terlebih dahulu sebelum mengerjakannya, seperti halnya shalat tahajjud. Hukumnya shalat tarawih adalah sunnah (dianjurkan), dan bahkan menurut beberapa ulama (Hambali, Hanafi, dan Maliki) hukum tarawih adalah sunnah muakkad.

Keutamaan Shalat Tarawih
Beberapa keutamaan shalat tarawih adalah:
1. Ampunan dosa tahun yang lalu. Shalat tarawih jika dilaksanakan dengan iman dan semangat mencari pahala, maka Allah swt akan mengampuni dosa-dosa yang telah lalu. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni” (HR. Bukhari dan Muslim)

Yang dimaksud qiyam di sini adalah shalat, oleh karenanya shalat di bulan Ramadhan yang dimaksud adalah shalat tarawih.

2. Shalat semalam penuh. Jika makmum mengikuti jumlah rakaat dari shalat tarawihnya imam, maka ia mendapatkan pahala shalat satu malam penuh. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzar bahwa Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

3. Seutama-utamanya shalat sunnah. Seutama-utamanya shalat sunnah adalah shalat yang dianjurkan dilakukan secara berjama’ah. Karena shalat seperti ini hampir serupa dengan shalat fardhu. Selain shalat kusuf (shalat gerhana), shalat tarawih adalah shalat yang dianjurkan untuk berjamaah.

KEWAJIBAN BAGI YANG MENINGGALKAN PUASA

Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. QS. Al Baqarah : 184

Bagi orang-orang yang beriman telah diwajibkan untuk melaksanakan ibadah shaum di bulan Ramadhan. Namun Allah Yang Maha Pemurah, telah memberikan keringanan bagi siapa saja yang memiliki uzdur atau halangan hingga tidak sanggup untuk menunaikan puasa. Rasulullah saw bersabda,

“Sesungguhnya Allah meletakkan dari seorang musafir [kewajiban] puasa dan ‘setengahnya’ shalat, dan dari ibu hamil dan ibu menyusui [kewajiban] puasa.(HR. Ahmad dari Anas bin Malik Al-Ka’by)

Adapun bagi yang meninggalkan puasa diberikan kewajiban untuk mengqadha atau membayar fidyah atau dengan keduanya.

Mengqadha di Hari Yang Lain.
Berdasarkan QS. Al Baqarah ayat 184, jumhur ulama berpendapat bahwa orang-orang yang wajib mengqadha’ shaum Ramadhan di hari lain antara lain:
1.    Musafir, yaitu orang yang dalam perjalanan jauh hingga ia khawatir dengan puasanya.
2.    Orang yang sakit yang tidak sanggup menjalankan ibadah puasa.
3.    Ibu hamil ataupun menyusui. Jika ia menghawatirkan kesehatan dirinya bukan anaknya.

Membayar Fidyah.
Adapun orang-orang yang meninggalkan ibadah puasa hingga ia wajib membayar fidyah, antara lain:
1.    Seseorang yang kondisi fisiknya memang tidak memungkinkan lagi berpuasa, seperti kakek-nenek yang sudah tua renta.
2.    Orang sakit yang tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya.

Mengqadha’ dan Membayar Fidyah
Sedangkan ada golongan orang-orang yang meninggalkan puasa dan bagi mereka dikenakan kewajiban mengqadha dan membayar fidyah, yaitu:
1.    Perempuan yang hamil dan menyusui apabila menghawatirkan kesehatan anaknya.
2.    Orang yang terlambat mengqadha’ puasa sampai datang bulan Ramadhan berikutnya dengan tanpa udzur (haid, nifas, sakit, gila, bepergian yang berkepanjangan, dll.).


SHALAT TEPAT WAKTU DAN BERJAMAAH DI MASJID

Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. (QS. Al Hajj – 77)

Pada saat sekarang, umat islam, sebagian besar memiliki kesibukan duniawi baik di siang hari maupun ketika malam hari. Kesibukan yang banyak menyita banyak waktu dan tenaga ini tidak dapat dipungkiri juga menyita perhatian kita sehingga, tidak sedikit dari umat islam yang menunda shalatnya bahkan meninggalkannya.

Padahal menunaikan shalat tepat waktu dan berjamaah, memiliki keutamaan daripada shalat sendiri, apalagi jika shalat berjamaah dilakukan di masjid. Rasulullah saw bersabda,

”Shalat berjama’ah itu lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh derajat.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar)

Shalat berjamaah di masjid sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW, seperti hadits beliau yang diriwayatkan dari Abu Musa,

“Yang paling besar pahala dalam sholat adalah mereka yang datang dari tempat yang paling jauh” (HR. Bukhari dan Muslim)

Walaupun masjid yang ada letaknya jauh dari tempat kita berada, maka jikalau kita sanggup untuk ke sana, maka alangkah baiknya kita menunaikan shalat di masjid.

Shalat berjama’ah di masjid menjadi wajib hukumnya bagi orang yang berada dekat dengan masjid, yaitu ketika seseorang dapat mendengarkan suara muadzin ketika adzan, tanpa pengeras suara dan tanpa penghalang antaranya, seperti angin, dinding, dan lainnya yang dapat menghalangi suara tersebut.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa telah datang seorang laki-laki buta menemui Nabi saw dan berkata,”Wahai Rasulullah aku tidak memiliki penuntun yang akan membawaku ke masjid.’ Ia meminta agar Rasulullah saw memberikan rukhshah (keringanan) kepadanya untuk melakukan shalat di rumahnya lalu Nabi saw memberikan rukhshah kepadanya. Namun tatkala orang itu berlalu maka beliau saw memanggilnya dan bertanya kepadanya, ’Apakah kamu mendengar suara adzan untuk shalat?’ orang itu berkata, ’ya.’ Beliau bersabda, ’kalau begitu kamu harus menyambutnya (ke masjid).” (HR. Muslim)
 “Barangsiapa yang mendengar panggilan (adzan) kemudian tidak mendatanginya maka tidak ada sholat baginya kecuali ada udzur” (HR Ibnu Majah)
Kata udzur di sini adalah jika suara adzan di suatu masjid yang dikumandangkan tanpa pengeras suara  dan kondisi lingkungan tenang tanpa suara dan ganggugan angin, namun suara tersebut tidak terdengar oleh kita, maka kita dikategorikan udzur dan boleh untuk melaksanakan sholat berjama’ah di masjid lain yang lebih dekat.


MASUKKAN EMAIL UNTUK BERLANGGANAN ATIKEL GRATIS:



0 comments:

Twitter Facebook Digg Stumbleupon Favorites